MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD

MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD  
1. Pendidikan IPS di SD 
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi,
seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan
keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9).
Geografi, Sejarah dan Antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran Geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa
dengan wilayah-wilayah, sedangkan Sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif
yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivita-aktivitas ekonomi,
organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan spritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari
budaya-budaya terpilih. Ilmu Ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada
aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan
ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan
kontrol sosial.
 
Baca juga : 10 Model Pembelajaran IPA Di SD

Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang memperhatikan pada
bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anggota
keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalah-masalah, bagaimana orang hidup
bersama, bagaimana orang mengubah dan diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthi,
1981:7). IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan
mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun
integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan
antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.

Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu bidang
studi. Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang
terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalkan materi tentang pasar, maka harus ditampilkan
kapan atau bagaimana proses berdirinya (sejarah), dimana pasar itu berdiri (Geografi),
bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar (Sosiologi), bagaimana
kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar (Antropologi) dan berapa
jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Ekonomi).

Dengan demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial seperti
yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena pertimbangan tingkat
kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan pendidikannya disederhanakan,
diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997). 

2. Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS di
SD 
Sejumlah model pendekatan pembelajaran tersebut diatas, masing-masing mengedepankan
keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap
pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda,
harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama. Sekurang
kurangnya dimana, oleh, atau dengan dan terutama untuk siapa proses pembelajaran
dilakukan. Khusus berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada anak usia pertumbuhan,
dari sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model pendekatan yang menjadi rujukan di
atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and Social Development. Dasar
pandangannya adalah “anak merupakan produk berbagai pengaruh, mulai dari keluarganya,
kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan sekolah”. Bahwa masing-masing pendekatan pada
pandangan teoritis berkenaan dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling
berkait antara satu pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu,
memenuhi keperluan teknis operasional dalam mengembangkan pembelajaran Pengetahuan
Sosial berbasis pendekatan nilai khususnya, berikut dipetikan langkah teknis sejumlah model
pilihan yang dipandang mewakili tuntutan karakteristik materil, peserta didik dan setting sosial
yang menjadi lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air. Beberapa dari
sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial terliput dalam kerangka
teknis model pilihan berikut, antara lain: Model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role
Playing, dan Portofolio. 

1.  Model Inkuiri 
a)    Makna Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada
pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah
salah satu model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan pada
berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan
inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar
bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan
informasi melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan
penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan terhadap
berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan bahwa model
tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage
and Amstrong, 1996). Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang
sanagt sesuai dengan karakteristik materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan
mengembangkan tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai
anggota masyarakat dan warganegara. 
 b)    Langkah-langkah Inkuiri
Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda
jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey
dalam bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain: 
> Langkah pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan
dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.  
> Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan
sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
> Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum
diskusi kelas untuk mendapat tanggapan.
>Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam pengertian
implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
>Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesa tersebut.
>Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap
mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980       

2. Model Pembelajaran VCT 
a)    Makna Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian
pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique,
merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai
tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur
atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa
tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina
kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui
cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri
(1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa
tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk
kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”. 
b)    Langkah Pembelajaran Model VCT
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara,
antara lain: 
a.    Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan
dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri: 
a.    Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik 
b.    Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik 
c.    Peserta didik merespon pernyataan guru 
d.    Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang
diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut. 
b.    Teknik Lecturing 
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik
bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain: 
a.    Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru. 
b.    Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode,
misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb. 
c.    Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut. 

c.    Teknik menarik dan memberikan percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru
membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan
masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan. 
d.    Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk
menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan
sebagainya. 
e.    Teknik tanya-jawab
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan
pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat
pikirannya. 
f.     Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini
peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk,
benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan
sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas
bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian. 
g.    Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.  

3. Model Bermain Peta 
Keterampilan menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan
penting dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta
maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta dan globe memberikan
manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bentuk, besar, batas-batas
suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi
seperti: pulau, selat, semnanjung, samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan
globe, diperlukan beberapa syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara menentukan
tempat di bumi seperti arah mata angin, meridian, paralel, belahan timur dan barat; (b) skala,
merupakan model atau gambar yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya; (c) lambang
lambang, merupakan simbo-simbol yang mudah dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna,
menggunakan berbagai warna untuk menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi
daratan, daerah, negara tertentu dsb. 

4. Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat) 
a.    Kebermaknaan Model Pendekatan ITM
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science
Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada
pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata
yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai
tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara
melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah
yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas
peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi,
seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey
observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena
itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari
perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan
pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan
berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan
masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM
dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran
pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan:
a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga
negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan
peradaban luhur bangsanya.

 b.    Langkah Pendekatan ITM
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM
antara lain: 
a.    Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah
memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di
lingkungan keluarga dan masyarakat. 
b.    Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. 
c.    Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran
serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir
tingkat tinggi. 
d.    Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh
dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya. 
e.    Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik
guna menghindari terjadi kesalahan konsep. 
f.     Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif. 
g.    Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan. 

c.    Tahapan Metode Pendekatan ITM  
a.    Tahap Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan
dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan
langsung. Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki denga
konsep ilmiah. 
b.    Tahap Penjelasan dan Solusi
Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik
mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan. Peserta
didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan argumen dengan
tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat
puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya. 
c.    Tahap Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan
akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya,
mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan
untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. 
d.    Diskusi dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui
tahapan sebagai berikut: 
ü  Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya. 
ü  Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan
atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya. 
ü  Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka
diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi. 
ü  Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek
yang dipelajari tentang alam lingkungannya. 
e.    Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep 
ü  Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan. 
ü  Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan
dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan. 
f.     Tahap Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu
lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan
pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri tentang
keadaan kedua lingkungan tersebut. 
g.    Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik
dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan
moral. 

5. Model Role Playing 
a.    Kebermaknaan Penggunaan Model Role Playing 
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar
peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang
menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model
pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif makna
penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain: 
1) untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2) agar
memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; 3) untuk 
mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai penyaluran/pelepasan
tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan;
6) ke arah pembentukan konsep secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada dalam
suatu kehidupan/kejadian/keadaan; 8) menggali dan meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan
budaya dalam kehidupan; 9) membantu siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola
berpikir, berbuat dan keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut
caranya sendiri; 10) membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah. 

b.    Langkah-langkah Role Playing
Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang
dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.

No.
Urutan Langkah
Kegiatan dan Pelakunya
1.
Penjelasan umum
a.  Mencari atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa).
b. Memperjelas masalah/ topik tersebut (guru).
c.  Mencari bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukan sumbernya (guru & siswa).
d. Menjelaskan tujuan, makna dari role playing.
2.
Memilih para pelaku
a.    Menganalisis peran yang harus dimainkan (guru bersama siswa).
b.    Memilih para pelakunya (dibantu guru).
3.
Menentukan Observer
a.    Menentukan observer dan menjelaskan tugas dan peranannya (guru & siswa).
4.
Menentukan jalan cerita
a.    gariskan jalan ceritanya.
b.    tegaskan peran-peran yang ada didalamnya.
c.    berikut gambaran situasi keadaan cerita tersebut (guru + siswa).
5.
Pelaksanaan (bermain)
a.    Mulai melakonkan permainan tersebut
b.    Menjaga agar setiap peran berjalan.
c.    Jagalah agar babakan-babakan terlihat jelas.



6.
Diskusi dan permainan
a.    Telaah setiap peran, posisi, dan permainan.
b.    diskusikan hal tersebut berikut saran perbaikannya.
c.    Siapkan permainan ulangan.
7.
Permainan ulang dan diskusi serta penelaahan
a.    Seperti sub 5 dan sub 6
8.
Mempertukarkan pikiran, pengalaman dan membuat kesimpulan
a.    Setiap pelaku mengemukakan pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
b.    Observer mengemukakan penilaian pendapatnya.
c.    Siswa dan guru membuat kesimpulan dan merangkainya dengan topik / konsep yang sedang dipelajarinya.

7. Model Portofolio 
1.    Makna Pembelajaran Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian
(Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang
dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’
(portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik
terhadap kinerja peserta didik.

Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih
kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik
untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran
berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada
peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan
dalam proses politik” kewarganegaraan/kemasyarakatan. 
2.    Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke
dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan
keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan
tanggungjawab masing-masing, antara lain: 
a.    Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini
bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam
kelas. 
b.    Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat
ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah. 
c.    Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas,
dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu
yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran terhadap
kebijakan tersebut. 
d.    Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan bagaimana
warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang
didukung oleh kelas.
MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD

0 Response to "MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close